Kamis, 14 Agustus 2014

Aku Kamu dan Puisi

Aku dan kisahku beranjak pergi meninggalkan pelangi selagi kau masih tak disini. 
Aku dan kisahku belum berani menoleh ke belakang lagi semenjak kau pergi. 
Aku hanya mengingat, dulu kita pernah bersama walau tak dalam nyata, hati kita pernah terpaut walau kita tak pernah merasakan apa itu duduk berdua. Pedih kekasih. Apalagi dulu aku tak mengenal puisi, aku tak mengerti artinya menulisi. Kosong, hampa,rapuh, serasa tak berguna saja aku di dunia. Sungguh tak ada yang mengerti hatiku. Rasa sakit melumatku, rasa sepi menikamku, aku mati, selagi puisi tak menemani.


Namun kau datang lagi, membawa puisi bersamamu, mencipta asa menjadi harap, walau tak pasti, namun kau sungguh baik hati, meninggali aku secerca puisi yang sungguh aku nikmati di sela sesak yang tak henti kau beri. Puisi ialah lentera, tetap bercahaya walau hadir pagi yang lebih menerangi. Mempesona kala gelap yang sendiri tiba menghantui. Namun kau lebih puisi, di balik awan hitam yang menggantungkan diri, kau lebih puisi yang akan mengekalkan sunyi di hati.

Ini Duniaku

Ini duniaku, saat semua sedang sibuk menikmati sore hari dengan permainan mereka, aku memilih untuk menyendiri dan sibuk dengan laptopku.
Ini duniaku, saat semua sedang sibuk tertawa bersama teman-teman mereka, aku lebih memilih menyendiri memikirkan tentang hidupku.
Ini duniaku, saat semua sedang mencoba meleburkan diri dalam pergaulan mereka, aku lebih memilih untuk menyendiri, menulisimu.
Aku menyukai duniaku, karna hampir semuanya tentangmu. Tentangmu yang semu dan slalu saja membuat Rindu. Aku menyukai duniaku, karna duniaku ialah; Rindu yang lentera dan menerangi  zona nyamanku. Aku sangat menyukai duniaku, walaupun itu menyakitkan untuk hatiku. Memikirkanmu tanpa jemu, dan menulisimu walaupun tanpa temu.
Jika saja bersamamu, duniaku pasti akan lebih menyenangkan. Jika saja kamu disisiku, duniaku pasti jadi lebih berarti dari alam yang menemani.