Rabu, 03 September 2014

Aku wanitamu

Rindu-rindu mengetuk kaca jendela kamarku. Ada yang ingin dikatakannya, perihal kita, perihal cerita.
Yang ia yakini
Aku wanitamu. Kala cintamu mengutuhiku
Aku wanitamu. Kala jarak dan waktu tak mampu menghantar temu.
Aku wanitamu. Walau hanya suara yang menghiasi malamku.
Aku wanitamu. Kala bayang menemani lelapku
Aku wanitamu. Karna aku percaya tak ada yang punya cinta seperti kita.
Aku wanitamu, di saat seperti ini. Saat kau pun tak sanggup mengabari.
Aku wanitamu. Karena aku percaya cintamu
Aku wanitamu. Karena hatiku bergetar saat memikirkanmu
Aku wanitamu. Karena air mata ini jatuh untukmu.
Aku wanitamu. Karena doa-doa melayang menujumu.
Aku wanitamu. Karena kaulah pencipta bahagiaku.
Aku wanitamu. Karena aku mencintaimu. Tanpa alasan sedikit pun
Aku wanitamu, karena aku ingin mencintaimu dengan sederhana.

Sesederhana embun mengecup lembutnya pagi. Sesederhana dingin memeluk gelapnya malam

Kamis, 14 Agustus 2014

Aku Kamu dan Puisi

Aku dan kisahku beranjak pergi meninggalkan pelangi selagi kau masih tak disini. 
Aku dan kisahku belum berani menoleh ke belakang lagi semenjak kau pergi. 
Aku hanya mengingat, dulu kita pernah bersama walau tak dalam nyata, hati kita pernah terpaut walau kita tak pernah merasakan apa itu duduk berdua. Pedih kekasih. Apalagi dulu aku tak mengenal puisi, aku tak mengerti artinya menulisi. Kosong, hampa,rapuh, serasa tak berguna saja aku di dunia. Sungguh tak ada yang mengerti hatiku. Rasa sakit melumatku, rasa sepi menikamku, aku mati, selagi puisi tak menemani.


Namun kau datang lagi, membawa puisi bersamamu, mencipta asa menjadi harap, walau tak pasti, namun kau sungguh baik hati, meninggali aku secerca puisi yang sungguh aku nikmati di sela sesak yang tak henti kau beri. Puisi ialah lentera, tetap bercahaya walau hadir pagi yang lebih menerangi. Mempesona kala gelap yang sendiri tiba menghantui. Namun kau lebih puisi, di balik awan hitam yang menggantungkan diri, kau lebih puisi yang akan mengekalkan sunyi di hati.

Ini Duniaku

Ini duniaku, saat semua sedang sibuk menikmati sore hari dengan permainan mereka, aku memilih untuk menyendiri dan sibuk dengan laptopku.
Ini duniaku, saat semua sedang sibuk tertawa bersama teman-teman mereka, aku lebih memilih menyendiri memikirkan tentang hidupku.
Ini duniaku, saat semua sedang mencoba meleburkan diri dalam pergaulan mereka, aku lebih memilih untuk menyendiri, menulisimu.
Aku menyukai duniaku, karna hampir semuanya tentangmu. Tentangmu yang semu dan slalu saja membuat Rindu. Aku menyukai duniaku, karna duniaku ialah; Rindu yang lentera dan menerangi  zona nyamanku. Aku sangat menyukai duniaku, walaupun itu menyakitkan untuk hatiku. Memikirkanmu tanpa jemu, dan menulisimu walaupun tanpa temu.
Jika saja bersamamu, duniaku pasti akan lebih menyenangkan. Jika saja kamu disisiku, duniaku pasti jadi lebih berarti dari alam yang menemani.

Senin, 21 Juli 2014

Di Ujung Pagi

Seakan ada yang dirahasiakan dini hari terhadapku. Kisah-kisah yang bercengkrama bersama lampu pijar di dini hariku yang berkata. Memang dini hariku ini adalah sesosok teman yang slalu ada, kala puisi akan menyuarakan rasa sedihnya,kala air mata akan keluar menikmati dingin angin. Namun ini bukan tentang dini hariku, ini tentang rahasia yang disembunyikannya. Ada yang bekata, ini tentang Kamu, kekasih. Ada yang berkata ini tentang Kita, bahkan ada yang berkata ini tentang segala sesuatu yang membuat luka hati kita. Aku belum sepenuhnya mengerti, mengapa ia menyembunyikannya dariku, aku hanya memilih terlelap ketika mata sudah merengek meminta mimpi.

Di Ujung Pagi aku terbangun, dan melihat segala sesuatu menjadi lebih layak untuk dijalani, melihat segala sesuatu menjadi lebih lapang untuk kakiku melangkah. Walau hati tetap terasa nyeri setelah pergulatan dini hari,namun Rindu jadi lebih semangat menjalani hari.

Sekarang aku tau, yang dirahasiakan dini hari, Ialah; pagi yang menjadi lebih berarti walau tak ada lagi sosok yang menemani. Karna kita tetap Layak menjalani Pagi, walau dengan hati yang terus dilukai.

Bersamamu



Hari-hariku kelabu, menunggu sang waktu menjawab semua pertanyaanku.
Mataku sayu melihat semua yang ada menjadi abu-abu. Sepeninggalanmu hidupku selalu beradu dengan Rindu.

Merasakah kamu? Di kotaku, angin sedingin perasaanku, malam segelap renunganku,rindu meradang, membekas menyayat hati.
Merasakah hatimu? Di kotaku, kesendirian melingkup sekelilingku,kesepian membelenggu langkah kakiku,raga terbujur kaku, hanya menangisimu.

Mungkin jika kita berada di kota yang sama, takkan ada raga yang akan mati terbunuh sepi. Mungkin jika Bersamamu adalah selalu, takkan ada mata yang mengais meminta peluk. Mungkin jika Bersamamu adalah hal pasti, takkan ada rindu yang tajam yang menyakitkan.

Karna Bersamamu, layaknya bulan yang indah namun jauh, mentari yang hangat namun membakar diri.

Teruntuk Hati


Aku mengerti bebanmu terlalu berat aku mengerti Rindu sudah terlalu banyak menyayatmu. Namun yakinlah,Hati,Rindu juga punya satu tujuan yang sama denganmu, Rindu juga menginginkan rumah yang sama denganmu.

Sekarang tugasmu ialah; berkata pada yang bisa menguatkanmu, pada yang bisa memberi keyakinan. Berdoalah,Hati,berkatalah;

“hai si pembuat kekuatan, aku mohon jadikan aku lebih kuat. Hai si pembuat keyakinan, aku mohon jadikan aku lebih yakin”

Karna tanpa kekuatan, dan keyakinanmu, Hati, aku tidak bisa melawan Jarak dan Waktu sendirian, aku tak bisa melawan samurai mereka yang bisa memotong tangan, tongkat dan gada mereka yang bisa membuat nyeri seluruh badan.

Seorang Pemula



Seperti bayi yang baru memulai langkah pertamanya
Seperti mata yang baru terbuka melihat bagaimana kerasnya dunia, Aku, baru ingin menulisimu. Sebagai kata terindah yang keluar dari tulisanku, sebagai imajinasi yang paling kubutuhkan untuk tulisanku. Sebenarnya aku tak pandai merangkai kata, aku tak pandai membuat semua orang memuji kata-kataku. Aku menulisimu, untuk diriku. Aku menulisimu sebagai kenangan yang ku kenang sendiri. Sebagai bukti aku pernah memikirkanmu, membawamu dalam kehidupanku.

Sebagai Pemula, aku ingin lebih baik dalam menulisimu.. 

Perihal Jarak


Ada yang tak kumengerti tentang waktu
Ada yang tak kumengerti tentang bertemu
Senja itu,laksana meriam yang menghantui langkahku

Mengapa harus kamu,dan mengapa harus kita? Mengingat itu membuatku rapuh,membuat buram mataku, membuat pupus harapku. Karna yang ku tahu sekarang, aku menemukan diriku tak bersamamu, tak merasakan pelukmu, tak merasakan aroma tubuhmu. Aku benci menunggu waktu, aku benci memikirkan temu, karna aku tahu, semua itu; Kamu. Kau datang layaknya mentari yang menerangi setiap hariku, layaknya bulan yang menemani setiap malamku. 
Tapi aku benci mengingatmu, karna yang kutahu sekarang, Jarak telah merebutmu dariku. Mungkin jarak lebih membutuhkanmu, mungkin ia lebih senang jika aku tak henti-hentinya memikirkan diriku yang meradang mengharapkanmu.