Senin, 28 September 2015

Tak Sama Lagi

Rangkailah mimpi seindah belati
Sakitnya takkan terasa sayang
Walau ditikam berkali-kali
Kau kan tetap kutunggu diambang

Tapi luka takkan berubah jadi kering
Tiap kali iling, rindu mulai lagi keliling
Menapaki sayat demi sayat                                   
Bekas demi bekas –
di tebasnya lagi!

Lalu mengampun –
Menangis terisak yang terasa sesak
Takkan lagi rindu bertandang kesini
Membawa belati dan melukai

Aku Lupa lukaku
Dan lupakan lukamu
Jangan lagi kembali
Kau takkan sama lagi

Takkan berarti

Perihal Meninggalkan


Pada rentetan puisi aku, berbicara tentang pergumulanku. Menyimpannya rapi dalam kotak-kotak, yang telah kuberi nama-kebahagiaan ataupun kesedihan.
Sebelum kau datang, membawa setangkai mawar indah berduri. Menyiksaku dalam kebahagiaan yang terasa begitu pasti. Dalam saat-saat indah itu, tak jarang kudengar, sang waktu tertawa picik mendengar kebahagiaan kita. Seakan ia mengerti bahwa sebenarnya, tawa dan luka yang kita buat dalam kebersamaan, itu hanyalah semu.
Mungkin kau perlu tau keterpurukkanku. Aku begitu berusaha memperbaiki hati yang telah hancur,membangun lagi keyakinan,bahwa aku akan tetap baik. Dengan raga yang telah lelah,dengan jiwa yang telah remuk redam-aku mencoba menjalani hari tanpa apapun tentangmu.
Kini setelah lama kau biarkan sesak ini menghantui,kucoba lagi menulisimu dalam sebentuk puisi. Menyimpannya dalam kotak-kotak pergumulanku yang kuberi nama-kebahagiaan sekaligus kesedihan    

Rabu, 03 September 2014

Aku wanitamu

Rindu-rindu mengetuk kaca jendela kamarku. Ada yang ingin dikatakannya, perihal kita, perihal cerita.
Yang ia yakini
Aku wanitamu. Kala cintamu mengutuhiku
Aku wanitamu. Kala jarak dan waktu tak mampu menghantar temu.
Aku wanitamu. Walau hanya suara yang menghiasi malamku.
Aku wanitamu. Kala bayang menemani lelapku
Aku wanitamu. Karna aku percaya tak ada yang punya cinta seperti kita.
Aku wanitamu, di saat seperti ini. Saat kau pun tak sanggup mengabari.
Aku wanitamu. Karena aku percaya cintamu
Aku wanitamu. Karena hatiku bergetar saat memikirkanmu
Aku wanitamu. Karena air mata ini jatuh untukmu.
Aku wanitamu. Karena doa-doa melayang menujumu.
Aku wanitamu. Karena kaulah pencipta bahagiaku.
Aku wanitamu. Karena aku mencintaimu. Tanpa alasan sedikit pun
Aku wanitamu, karena aku ingin mencintaimu dengan sederhana.

Sesederhana embun mengecup lembutnya pagi. Sesederhana dingin memeluk gelapnya malam

Kamis, 14 Agustus 2014

Aku Kamu dan Puisi

Aku dan kisahku beranjak pergi meninggalkan pelangi selagi kau masih tak disini. 
Aku dan kisahku belum berani menoleh ke belakang lagi semenjak kau pergi. 
Aku hanya mengingat, dulu kita pernah bersama walau tak dalam nyata, hati kita pernah terpaut walau kita tak pernah merasakan apa itu duduk berdua. Pedih kekasih. Apalagi dulu aku tak mengenal puisi, aku tak mengerti artinya menulisi. Kosong, hampa,rapuh, serasa tak berguna saja aku di dunia. Sungguh tak ada yang mengerti hatiku. Rasa sakit melumatku, rasa sepi menikamku, aku mati, selagi puisi tak menemani.


Namun kau datang lagi, membawa puisi bersamamu, mencipta asa menjadi harap, walau tak pasti, namun kau sungguh baik hati, meninggali aku secerca puisi yang sungguh aku nikmati di sela sesak yang tak henti kau beri. Puisi ialah lentera, tetap bercahaya walau hadir pagi yang lebih menerangi. Mempesona kala gelap yang sendiri tiba menghantui. Namun kau lebih puisi, di balik awan hitam yang menggantungkan diri, kau lebih puisi yang akan mengekalkan sunyi di hati.

Ini Duniaku

Ini duniaku, saat semua sedang sibuk menikmati sore hari dengan permainan mereka, aku memilih untuk menyendiri dan sibuk dengan laptopku.
Ini duniaku, saat semua sedang sibuk tertawa bersama teman-teman mereka, aku lebih memilih menyendiri memikirkan tentang hidupku.
Ini duniaku, saat semua sedang mencoba meleburkan diri dalam pergaulan mereka, aku lebih memilih untuk menyendiri, menulisimu.
Aku menyukai duniaku, karna hampir semuanya tentangmu. Tentangmu yang semu dan slalu saja membuat Rindu. Aku menyukai duniaku, karna duniaku ialah; Rindu yang lentera dan menerangi  zona nyamanku. Aku sangat menyukai duniaku, walaupun itu menyakitkan untuk hatiku. Memikirkanmu tanpa jemu, dan menulisimu walaupun tanpa temu.
Jika saja bersamamu, duniaku pasti akan lebih menyenangkan. Jika saja kamu disisiku, duniaku pasti jadi lebih berarti dari alam yang menemani.

Senin, 21 Juli 2014

Di Ujung Pagi

Seakan ada yang dirahasiakan dini hari terhadapku. Kisah-kisah yang bercengkrama bersama lampu pijar di dini hariku yang berkata. Memang dini hariku ini adalah sesosok teman yang slalu ada, kala puisi akan menyuarakan rasa sedihnya,kala air mata akan keluar menikmati dingin angin. Namun ini bukan tentang dini hariku, ini tentang rahasia yang disembunyikannya. Ada yang bekata, ini tentang Kamu, kekasih. Ada yang berkata ini tentang Kita, bahkan ada yang berkata ini tentang segala sesuatu yang membuat luka hati kita. Aku belum sepenuhnya mengerti, mengapa ia menyembunyikannya dariku, aku hanya memilih terlelap ketika mata sudah merengek meminta mimpi.

Di Ujung Pagi aku terbangun, dan melihat segala sesuatu menjadi lebih layak untuk dijalani, melihat segala sesuatu menjadi lebih lapang untuk kakiku melangkah. Walau hati tetap terasa nyeri setelah pergulatan dini hari,namun Rindu jadi lebih semangat menjalani hari.

Sekarang aku tau, yang dirahasiakan dini hari, Ialah; pagi yang menjadi lebih berarti walau tak ada lagi sosok yang menemani. Karna kita tetap Layak menjalani Pagi, walau dengan hati yang terus dilukai.

Bersamamu



Hari-hariku kelabu, menunggu sang waktu menjawab semua pertanyaanku.
Mataku sayu melihat semua yang ada menjadi abu-abu. Sepeninggalanmu hidupku selalu beradu dengan Rindu.

Merasakah kamu? Di kotaku, angin sedingin perasaanku, malam segelap renunganku,rindu meradang, membekas menyayat hati.
Merasakah hatimu? Di kotaku, kesendirian melingkup sekelilingku,kesepian membelenggu langkah kakiku,raga terbujur kaku, hanya menangisimu.

Mungkin jika kita berada di kota yang sama, takkan ada raga yang akan mati terbunuh sepi. Mungkin jika Bersamamu adalah selalu, takkan ada mata yang mengais meminta peluk. Mungkin jika Bersamamu adalah hal pasti, takkan ada rindu yang tajam yang menyakitkan.

Karna Bersamamu, layaknya bulan yang indah namun jauh, mentari yang hangat namun membakar diri.